Buat Paspor Baru

Hmm, pengalaman menarik ketika kemarin saya mengurus paspor. Sebelum mengajukan pembuatan paspor ke pihak Imigrasi, saya tanya-tanya dulu teman, kakak kelas, bahkan search di internet. Alhamdulillah, banyak masukan dan trik ketika mengajukan pembuatan paspor.

H-1
Saya ke Dinas Imigrasi di kota tempat sekarang saya tinggal. Setelah sampai, langsung ke bagian informasi dan menanyakan bagaimana langkah mengajukan pembuatan paspor. Petugas mempersilahkan saya membeli stopmap seharga 15 ribu. Mahal Banget. (korupsi jaman baru nih, pake difasilitasi segala…whatever dah). Di dalam stopmap tersebut terdapat formulir pengajuan dan sampul paspor). Setelah mengisi formulir dan mencantumkan persyaratan pengajuan, saya kembali ke bagian informasi. Walaupun sempat nunggu lama karena ada alat operasional di sana yang mati, alhamdulillah bisa juga naruh tuh dokumen-dokumen rahasia saya dengan terlebih dahulu mengambil no antrian. Awalnya, saya kirain bisa langsung diurus total satu hari tersebut, eh ternyata diminta pulang. “Minggu depan ke sini lagi ya?”. kata seorang petugas. Waduh, gimana ini. Ya udah deh, nggak apa-apa. Toh siang ini saya mesti ngantor dulu.

Waktu itu, saya membawa dokumen perlengkapan pengajuan paspor, seperti: FC Kartu Keluarga, FC KTP, dan FC Ijazah. Satu yang saya nggak bawa waktu itu adalah Akte Kelahiran. Pikir saya sebelumnya, kayaknya udah cukup nih buat informasi identifikasi nama dan domisili. Namun, petugas di sana menyarankan untuk membawanya minggu depan sekalian bawa dokumen-dokumen di atas yang asli.

H-8
Seminggu telah berlalu. Akhirnya saya ke Dinas Imigrasi lagi dan ambil nomor antrian. Saya tiba di sana pkl 09.30am WIB. Setelah ambil no antrian, saya duduk manis menunggu. Ya, sambil ‘lirak-lirik’ cari teman ngobrol. Karena kayaknya pada sibuk semua, saya baca buku yang sedari pagi memang saya persiapkan untuk dibaca. Bukunya tentang komunikasi (he..he..nggak penting kali disebutin…).

Sampai pkl 11.00an, saya belum mendapat giliran ke loket berikutnya. Wuih, lama banget nih. Akhirnya, setelah dua kali bolak-balik ke petugas bagian informasi, saya dipanggil juga. Setelah itu, saya duduk kembali untuk menunggu ke loket selanjutnya (loket 2, bagian wawancara). Oh ya, loket yang saya masuki tadi loket pembayaran dan foto (loket 3).

Saat saya sedang menunggu, saya disapa wanita yang baru saja duduk di sebelah kiri saya. Dia menyapa dan menanyakan, ” Buat baru atau perpanjang, mas?”. “Baru, Bu”, jawab saya. “Sendirian? Istri di mana?” tanya wanita itu. “Saya belum punya istri, Bu”, jawab saya sambil senyum. Ngapain juga nanya istri, emang tampang saya sudah cukup umur untuk beristri ya. Ha..ha…Pembicaraan pun berlanjut sampai tujuan membuat paspor de es be. Dari perbincangan tersebut, saya tahu bahwa wanita itu dan anaknya akan pergi ke North Caroline, berlibur mengunjungi kakaknya yang sudah lama di sana. “Mas, emang mau ke mana?”, tanya Ibu dari wanita tadi yang sedari awal duduk di belakang saya. Saya pun menjawab tujuan saya membuat paspor, de el el termasuk tentang perkuliahan saya di IPB dan next plan in my academic study.

Singkat cerita…

Inilah kejadian yang paling ‘nguenek-in’ saya….

Setelah berbincang kata dengan sedikit nada tinggi kepada petugas, akhirnya saya dipersilahkan masuk ke ruang wawancara. Hmm, kenapa nggak dari tadi coba. Itu gerutu saya (halah, bahasa apaan nih). Terang saja, sebenarnya map saya di urutan paling atas..eh…nggak dipanggil-panggil. Tahu-tahu banyak yang nggak ‘antri’. Yang antri malah duit. Ya, jelas banget….di depan saya, salah seorang petugas menghampiri petugas lain yang sedang mewawancari saya dan berkata, “biasa…ini ya”. Maksudnya adalah yang punya map tersebut didahulukan, walaupun nggak antri.

Praktik seperti ini katanya sudah lama dilakukan. Masih ingat dengan wanita yang sudah saya ceritakan di awal tulisan ini? Ya, beliau bilang, “keluarga kami sih kalau mau cepat, sewaktu naruh map ke petugas dikasih amplop berisi uang. Trus, bilang “tolong diurus cepat ya, Pak”. Wuh….bosan saya dengan birokrasi semacam ini.

5 responses to this post.

  1. Posted by Ahmad Shadiqin on Desember 1, 2008 at 10:19 am

    “….Ngapain juga nanya istri, emang tampang saya sudah cukup umur untuk beristri ya….”

    Udah kali din, emang sekarang masih belum cukup umur ya….he…

    Balas

  2. Posted by duniabaruku on Desember 1, 2008 at 11:07 pm

    @ Ahmad Shadiqin
    he..he….juga. Umur sih udah, ini terkait peta kehidupan yang sudah dibuat ;-0

    Balas

  3. Posted by nana on Desember 21, 2008 at 7:07 pm

    hehe…mmg umur segitu klo cerita ga bau nikah ga asyik ya?klo dah punya istri,pasti ceritanya jd lain deh!

    eh,btw…cerita kemana-mana,mang aselinya mw kmana kang?

    Balas

  4. Posted by duniabaruku on Desember 23, 2008 at 9:25 pm

    Nggak juga. Itu khan cuma kejadian pas saya di tanya seseorang. Ya, lucu sekaligus buat intropeksi juga.

    Aslinya ingin alias mau pindah tempat tinggal aja…he..he..

    Balas

  5. Posted by nana on Desember 26, 2008 at 12:37 pm

    iya deh na thu!gud lak ya!dtunggu cerita2 seru lainnya!

    Balas

Tinggalkan Balasan ke nana Batalkan balasan